Kau adalah ukuran yang kupakai untuk
mendefinisikan ketakterhinggaan.
Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya
Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala.
Ketika kaupandangi langit malam, segala yang
timbul hanyalah pertanyaan.
Dan gambaran.
Dan gambaran.
Dan pertanyaan.
Kau mengira-ngira lagi.
Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa
mistik
Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin.
Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas.
Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak
Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan
Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian.
Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah
ditiup dan menghilang.
Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar.
Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di
depan mata.
Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di
tengah cincin saturnus.
Kau hanyalah batu tak berantah di tengah luas
kelamaan zaman.
Kau pikir dunia ini, dan segala isinya,
hanyalah setebal buku paket sejarah dan kitab suci.
Kau lupa, segala yang terjadi saat ini adalah
jutaan titik yang menjahit dirinya sendiri di perhitungan tanggal.
Tidak ada waktu. Tidak ada angka.
Segalanya linier, kau hanyalah bagian dari
garis yang amat panjang.
Nun jauh di ujung garis kau barangkali
menemukan bahwa ujung hanyalah satuan konsep yang dangkal.
Kau teringat simbol ouroboros, mungkin
demikian benar. Mungkin juga tidak. Namun kebenaran bukanlah sesuatu yang
ditentukan oleh tangan kecilmu yang cuma sanggup mengepal jiwa.
Senyummu menelan habis seluruh keramaian dunia
yang ragu-ragu untuk diam.
Meninggalkan keterpanaan yang mewujud
kupu-kupu dalam perut.
Jika kau menarik bibir, dunia memberikan
segalanya untuk kau cintai.
Bola matamu membinar bulat merona-rona,
mengerjai angin yang menghamburkan rambutmu bagai layang-layang.
Suaramu menggema bagai sabda mimbar pendeta,
dengan tawa yang membuat masinis takjub karena getarannya lebih dari kereta.
Kau menatap. Kau menyangsikan. Kau menduga.
Segala yang lebih dari ini membuat huruf jadi
gelisah. Dua puluh enam huruf tak pernah habis menceritakan kesegalaanmu, dari
satu pori-pori hingga tiap ujung kuku jarimu.
Kau begitu mungil, begitu elok, begitu tak
berdaya jika dibandingkan perkasa pemadam kebakaran.
Namun kau ada. Dan di perutmu kau kandung
seluruh partikel semesta.
Kau, adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan.
Komentar
Posting Komentar