Langsung ke konten utama

Helena*

 *) Judul diambil dari lagunya My Chemical Romance.

Gambar diambil dari: https://www.halodoc.com/artikel/begini-cara-yang-tepat-melatih-anak-anjing-golden-retriever

            Tema hari kelimabelas: Write about your pet or a pet you always wanted.

            Tema hari ini nggak ada hubungannya dengan lagu sebenarnya. Manalah saya kepikiran menamakan hewan peliharaan saya Helena. Saya kebetulan lagi mendengarkan saja, terus kepikiran, saya suka kasih nama buat hewan-hewan. Cocok juga nih jadi judul. Enak amat tinggal nyomot.

           Di sini saya cerita kalau rumah saya pernah jadi tempat tinggal sementara Mama Kucing a.k.a. Ciki Ciki Bamba dengan kelima anaknya: Gembeng, Bima Sakti, Bonetto, Magdalena, dan Arapaima. Mereka memang bukan peliharaan saya, tapi selama tinggal di rumah, saya jadi merasakan gimana rasanya punya hewan peliharaan.

            Ritme harian sedikit banyak berubah. Bangun tidur yang biasanya saya gunakan untuk main hape dan bermalas-malasan langsung diganti dengan menyiapkan makanan kucing. Perlu diketahui kalau saya sebelumnya “mengidap” ailurofobia, alias fobia terhadap kucing. Semuanya bermula ketika saya dikejar-kejar kucing waktu jalan-jalan malam hari sampai terjatuh dan luka-luka. Bekas lukanya belum hilang sampai sekarang, padahal kejadiannya tahun 2019. Sejak itu, setiap kali saya melihat kucing, saya akan deg-degan, panik, takut, kabur, teriak-teriak. Bahkan, ketika saya lagi tidur pulas pun dan tiba-tiba mendengar suara kucing, saya akan langsung terbangun dengan napas terengah-engah dan panik sendiri, padahal suara kucing dari YouTube.

            Lama kelamaan ketakutan itu cukup bisa saya kuasai, terutama setelah bertemu Ciki Ciki Bamba. Dia itu tipe kucing yang kalem banget. Pendiam, nurut, kalau dinyanyiin lagu “Bersama Bintang” dari Drive sambil dielus-elus pasti ngantuk. Saya mulai sedikit berdamai dengan kucing. Waktu kelima anaknya lahir, saya takut, tapi penasaran. Lama kelamaan saya suka elus-elus mereka. Pernah suatu ketika Ciki Ciki Bamba pergi dari rumah sejak sore sampai dini hari nggak pulang-pulang. Saya khawatir banget karena takut anak-anaknya kelaparan. Mereka waktu itu masih menyusui ibunya. Saya cari Ciki Ciki Bamba keluar rumah, saya liatin atap-atap rumah tetangga kali aja nemu dia lagi pacaran. Tetap nggak ketemu juga, sampai saya nangis sendiri. Untungnya keesokan hari dia pulang dan langsung kasih makan anak-anaknya.

            Kalau ditanya hewan kesukaan, kucing mungkin bukan salah satu yang ada di daftar teratas saya. Namun, saya tetap suka mereka walaupun takut. Hewan kesukaan saya itu ada tiga: paus, gajah, sama anjing. Tapi, jelas tidak bisa kan. Pertama, secara legal tidak diperbolehkan. Kedua, ukuran mereka yang gigantis mengharuskan saya punya laut/taman superluas. Saya nggak mau pelihara paus di kolam atau akuarium, sekalipun bikin yang ukuran raksasa. Kita nggak bisa menciptakan laut, teman-teman. Kasihan pausnya, nanti dia bosan. Yang paling menakutkan dari mati adalah mati bosan, tahu. Kedua, kalau mau pelihara gajah, saya harus punya bidang tanah yang luas sekali. Didalamnya harus ada kebutuhan gajah yang harus terpenuhi. Gajah nggak boleh stress dan kurus. Itu satu prinsip penting yang harus kita semua ingat.

        Karena keduanya nggak memungkinkan, saya harus memanifestasikan keinginan itu dalam bentuk yang lebih imut: anjing. Ya, saya pengin banget punya anjing. Anjing itu hewan yang cerdas, keren, setia, dan…sering membuat saya tersentuh. Lihat aja di Twitter atau Instagram. Kelakuan mereka bikin kita tertawa atau menangis terharu. Nggak kayak beberapa manusia yang bikin ngelus dada.

            Saya suka sekali jenis Golden Retriever sama Siberian Husky. Saya suka anjing dengan perawakan yang besar soalnya kayaknya enak buat dipeluk-peluk dan diajak main. Kebetulan, keluarga saya suka anjing. Dulu bapak pernah punya anjing yang dia beri nama Molly, padahal cowok. Saya juga nggak ngerti.

            Saya punya beberapa nama buat anjing imajiner saya: Keren atau Pepper. Kakak sama Ibu nggak setuju dengan nama “Keren”. Katanya aneh. Loh, kan harusnya Keren, bukan Aneh! Lagipula Keren kedengaran gaul dan membumi. Tapi saya ikuti sajalah. Pepper juga nama yang imut. Dan, karena saya suka The Beatles, saya akan menyematkan jabatan Sgt. alias Sergeant di depan namanya, biar kayak album “Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band”. CAKEP.

            Setelah saya melakukan quick survey pada orang-orang rumah, 3 diantaranya setuju dengan nama Sgt. Pepper. Kecuali Bapak saya aja, yang tetap kekeuh sama nama Molly. Saya juga nggak ngerti.

            Ah, kapan ya bisa punya anjing beneran? Jadi kepikiraannn ~ ~


#30DaysWritingChallenge: ini adalah tantangan untuk menulis rutin kepada diri sendiri. Selama 30 hari ke depan saya akan menulis sesuai tema yang telah ditentukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...