“Hati-hati
kalau keluar sore hari, nanti diculik wewe gombel.”
Apa itu hantu? Mungkinkah ada dunia
lain diluar dunia yang kasat mata? Bagaimana mungkin, setan, yang ‘seharusnya’
multidimensional, sangat terikat dengan wilayah tempat tinggalnya?
Pertanyaan-pertanyaan
ini terus ‘menghantui’ saya, membuat saya penasaran dan kepikiran dalam
waktu-waktu tertentu. Contohnya subuh ini, sekitar pukul 3 pagi, saat saya
seharusnya sedang mengerjakan UTS namun malah ganti haluan menulis tentang hal
ini. Pertanyaan ini juga membuat saya bertanya-tanya saat membaca memetwit
di Twitter, saat mendengarkan orang lain cerita hantu, saat bergosip tentang urban
legend dari sekolah dasar sampai kampus. Polanya hampir selalu sama, yakni,
pasti sekolah kita dulu bekas rumah sakit dan kelas atau toilet dulunya kamar
mayat.
Diskursus mengenai hantu, setan,
iblis, dan kawan-kawannya dengan berbagai penyebutan telah menjadi sesuatu yang
sangat mengakar dalam kehidupan umat manusia. Barangkali, usia setan sama
lamanya dengan usia umat manusia di Bumi. Kepercayaan mengenai sesuatu yang tak
kasat mata dan bersifat jahat, yakni setan, barangkali telah ada dan terus
menerus diturunkan melalui nenek moyang kita. Hal ini juga menjadi topik yang menarik
antarteman, bahkan anak-anak kecil juga punya versi mereka sendiri saat
diceritakan ke teman-temannya. Menariknya, semakin yang mendengarkan menggebu,
versi cerita itu sudah barang pasti akan terus digosok supaya lebih menarik.
Yah, mirip gosip, lah. Digosok makin sip. Anjay. Wkwk.
Tapi, selama belasan tahun hidup di
Bumi, saya belum pernah menjumpai apa yang disebut dengan hantu itu. FYI, saya
nggak cuek-cuek amat lho dengan kehidupan makhluk gaib itu. Dari kecil, karena
hobi begadang, hampir setiap malam (dulunya kalau nggak salah setiap dari Kamis
dan Jum’at), saya nonton tayangan-tayangan horor. Mulai dari Dunia Lain sampai
diubah nama jadi (Masih) Dunia Lain (memang kadang saya pikir agak nggak niat
ganti judulnya, wkwk), Dua Dunia (ini menarik. Saya sampai percaya betulan
kalau orang itu benar-benar dirasuki), film-film horor mulai dari Bangku Kosong
dan teman-temannya, Karma (ini favorit saya asli, tolong jangan dihujat wkwk),
sampai via radio pun saya suka dengar!
Cerita-cerita horor kampus atau
sekolah juga saya suka banget dengerin, sekalipun saya nggak pernah cerita
kecuali menceritakan kembali kisah orang lain. Anehnya, ngomongin tentang hantu
selalu nggak pernah ada habisnya. Dan memang seru, gitu lho. Gimana, ya. Kalian
pasti tahu, lah.
Saya
dan Pengalaman ‘Mistis’
Tapi, saya tidak pernah
mengalaminya. Dan tidak mau juga, soalnya saya orangnya kagetan dan alay.
Bisa-bisa satu pengalaman kayak gitu bikin saya melebih-lebihkan apa yang
terjadi. Dua atau tiga pengalaman yang paling mendekati horor pernah saya
alami. Meskipun saya nggak yakin bisa masuk kategori horor atau tidak.
Cerita pertama adalah beberapa waktu
setelah Nenek meninggal, kira-kira tahun 2008. Saat melewati ruangan gelap di
rumah Nenek, saya melihat bayangan wanita dengan rambut digelung sedang berjalan
searah dengan saya. Saya heran saat melihat bayangan di ruangan yang gelap itu,
karena bayangan tersebut mirip sekali dengan Nenek saya. Almarhumah dulunya
selalu menggelung rambut karena rambutnya sangat panjang sampai menyentuh kaki.
Saya menceritakan ke keluarga saya mengenai hal itu, dan responnya pun juga
bermacam-macam. Tetapi satu hal, kebanyakan dari mereka percaya mungkin yang
saya lihat itu benar-benar arwah Nenek saya.
Cerita kedua masih hangat terjadi,
kira-kira satu atau dua tahun yang lalu. Saat itu malam hari, kira-kira pukul
sebelas atau dua belas, saya lupa. Kakak saya sudah tidur di ranjang sebelah.
Saat saya mencoba memejamkan mata, tiba-tiba saya mendengar suara yang sangat
ramai di kamar saya. Rasanya saat itu kamar saya penuh sekali orang dengan
suara yang berbeda-beda. Saya terkejut karena tidak pernah mengalami hal ini. Saya
mencoba membuka mata tapi rasanya sulit sekali. Ketika saya berhasil membuka
mata, ruang kamar saya kembali sepi, tidak ada orang, tidak ada suara sama sekali.
Hanya sunyi, senyap, dan kenyataan itu membuat saya takut. Di percobaan kedua
saat saya mencoba tidur kembali, hal yang sama terjadi. Kali ini lebih
menakutkan karena saya mendengar lebih banyak suara dengan orang yang
berteriak-teriak, bahkan salah satu suara seolah berteriak ke telinga saya
dengan kata-kata kasar. Dekat sekali. Hal yang sama terjadi beberapa kali di
hari-hari setelahnya, dan itu terkadang membuat saya takut untuk tidur. Saat
ini saya tidak pernah mengalaminya kembali. Kini, saya merasa mungkin kondisi
itu terjadi karena saya sedang setengah sadar dan setengah tertidur. Barangkali
itu mimpi yang duluan terjadi ketika otak saya masih setengah sadar, karena
saat itu saya ngantuk sekali. Mungkin. Penjelasan itu yang paling masuk akal
dari segalanya.
Cerita ketiga terjadi beberapa tahun
yang lalu, saya lupa tepatnya kapan. Saat itu dini hari, dan saya tiba-tiba
terbangun. Saya melihat ke jendela yang mengarah ke dapur. Dari jendela itu
terlihat dapur yang gelap, dan saya melihat sebuah makhluk yang mirip monyet.
Monyet itu kecil, wujudnya mirip emotikon yang ada di Whatsapp. Dia nangkring
di depan jendela sambil terus melihat ke arah saya. Awalnya saya nggak jelas
melihatnya, tapi kami saling menatap berlama-lama karena monyet itu tidak kunjung
pergi. Kami saling bertatapan, dan sorot mata monyet itu seolah ragu. Ia
seperti ingin pergi, tapi terus melihat ke arah saya. Badannya seolah akan
pergi, tapi tidak jadi. Saya tidak yakin apa yang saya lihat karena waktu itu
dapur gelap dan hanya kamar saya yang terang. Tapi saya merasa sungguh
melihatnya karena kami bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Saya semakin
takut, dan memutuskan untuk tidur kembali. Saya pejamkan mata saja supaya bisa
cepat-cepat tidur. Kejadian yang sama tak pernah saya alami lagi. Rumah saya
direnovasi dan saya pindah kamar, sementara di dapur saya tidak pernah melihat
apapun yang saya lihat malam itu.
Berbagai
kemungkinan bisa saja terjadi. Barangkali itu kucing, walau saya nggak yakin
juga karena kucing itu besar dan tentu saja ia tidak mungkin nangkring di depan
jendela yang tinggi dan tidak ada tempat untuk dia duduk. Monyet pun juga tidak
ada yang sekecil itu. Mungkin saya cuma salah lihat, atau entah apa.
Tapi
yang jelas, pengalaman-pengalaman itu tidak dapat disebut pengalaman beririsan
dengan hantu. Pengalaman supranatural mungkin, andaikata definisi supranatural
itu tidak sesempit melihat, atau mengalami hantu. Supranatural berarti diluar
natural. Supranatural merupakan istilah untuk menyebut sesuatu yang tidak dapat
dijelaskan secara hukum alam, sesuatu yang di luar natur. Tapi, dengan
pengertian yang sedemikian luas, supranatural berarti lebih daripada melihat
hantu. If ghost does exist, tentunya~~
Nah,
bicara tentang supranatural yang sebegitu luas, bisa dibaca sendiri
referensi-referensinya di internet. Saya akan kembali pada opini awal saya
mengenai kenapa saya tidak percaya hantu.
Beberapa
Disclaimer untuk Menghindari Hujatan Netizen
Supaya
asyik, saya kasih beberapa disclaimer sebagai berikut:
Disclaimer
pertama jelas, saya bukan tidak percaya hantu sebagai wujud, atau eksistensi.
Hantu itu ada. Iya, ada sebagai konsep. Maksudnya, kita tahu bahwa ada sesuatu
yang dinamakan hantu. Tapi, apakah sesuatu itu sesuatu yang selama ini kita
pikirkan? Bahwa ada dunia lain, dunia yang berdampingan dengan manusia dan
memiliki kehidupan. Kehidupan yang tidak terikat ruang dan waktu, ada di dunia,
dan kerjanya menakut-nakuti kita. Saya nggak percaya bahwa jenis-jenis hantu
mulai dari pocong sampai genderuwo itu ada, atau hantu-hantu internasional yang
sering diangkat ke layar lebar, kayak vampir atau drakula.
Disclaimer
kedua, saya tidak ingin berada di posisi hitam putih. Saya percaya bahwa ada
banyak hal di dunia ini (atau mungkin semua, nggak tahu) yang posisinya
abu-abu. Termasuk keyakinan saya pada the so called ghosts. Saya percaya
roh, saya percaya dunia spiritual. Saya percaya roh itu ada. Saya percaya bahwa
kita, manusia, itu lebih dari sekadar daging yang hidup. Saya percaya pada
kehidupan roh. Tapi saya nggak percaya adanya hantu.
Disclaimer
ketiga, berbagai fenomena supranatural yang mungkin Anda alami dan Anda jadikan
sebagai bukti untuk membantah opini saya, tidak dapat saya jelaskan satu-satu
bagaimana mungkin bisa terjadi. Ya, namanya juga kejadian supranatural, kembali
ke definisi awal, nggak bisa dijelaskan melalui hukum alam. Yha mana saya tahu
juga gitu lhoo… Tapi, namanya juga opini. Anda yang percaya pada adanya hantu
ya tidak apa-apa juga. Terserah Anda. Let’s just agree to disagree lah…
Hehehe.
Okai.
Mari kita kupas satu-satu kenapa saya tidak percaya akan adanya hantu.
Bagian
dari Peradaban
Pertama,
menurut saya, hantu itu bagian dari peradaban. Dimana ada peradaban, disitu
selalu ada kepercayaan. Kepercayaan-kepercayaan ini biasanya memiliki satu
benang merah yang sama, yakni ada si baik dan ada si jahat. Hitam dan putih. Kepercayaan
sendiri pun bukan merupakan sesuatu yang jelas dan definitif. Biasanya, banyak
hal dijelaskan secara metaforik, atau bersifat konotatif. Penggambaran
kejahatan biasanya ditampakkan melalui wujud yang mengerikan, seperti mata
merah, gigi panjang runcing, berdarah-darah, kegelapan, dll. Sementara,
kebaikan selalu diwujudkan melalui hal-hal yang indah, putih, mulia, terang,
dll. Penggambaran dari kejahatan dan kebaikan inilah yang kemudian muncul
sebagai apa yang kita sebut hantu atau monster atau setan, yang mana itu
berarti, adalah hasil dari peradaban. Dan peradaban, adalah hasil dari akal
budi manusia. Yang mana berarti satu hal, konsep mengenai hantu itu kita
ciptakan sendiri dan merupakan sesuatu yang dipercayai secara turun temurun.
Konsep
mengenai hantu mungkin merupakan bentuk metafor dari sesuatu yang benar-benar nyata.
Manusia menyukai seni dan cerita. Hampir mirip seperti sastra. Sastra adalah
cara untuk mengatakan sesuatu tanpa dengan jelas merujuk pada sesuatu itu apa. Legenda-legenda
urban barangkali salah satunya. Mitos-mitos ini merupakan cara manusia untuk
menjelaskan mengenai mana yang baik dan mana yang buruk, seperti apa itu jahat
dan seperti apa itu kebaikan.
Hantu
Itu Tidak Terikat Ruang dan Waktu?
Jika
merujuk pada konsep hantu yang dipercaya tak terikat ruang dan waktu, seperti
misal dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, atau dapat mempersingkat
perjalanan yang awalnya berjam-jam jadi beberapa menit kayak cerita-cerita bus
lintasdimensi (ashiapp), maka seharusnya hantu itu makhluk yang
multidimensional. (Coba bayangkan betapa majunya peradaban hantu daripada
manusia yang sini Jakarta naik kereta aja masih semalaman :’))
Tapi
binti tetapi, ternyata hantu itu justru adalah makhluk yang sangat terikat
ruang dan waktu. Tidak ada yang mengenal pocong di Amerika. Ya iyalah, orang di
Amerika orang yang meninggal tidak ditali pocong. Tidak ada yang kenal
kuntilanak di Australia. Selain karena padanan kata Bahasa Inggrisnya tidak
ada, mereka nggak kenal siapa itu Mbak Kunti. Begitupun dengan kita. Kita nggak
pernah tahu ada hantu drakula atau vampir di Indonesia. Ini sangat menjelaskan
mengenai dimensi hantu. Karena konsep hantu lahir dari budaya setempat, maka
lain tempat lain hantu pula. Lain tempat kau akan menemui hantu yang
berbeda. Coba, apa Anda pernah lihat Goblin selain di Korea? Kalau iya, kasih
tahu, dong. Saya pengen coba pintu ajaibnya. Xixixi…
Hal
ini dikuatkan pula dengan mitos, kalau mantra dukun itu tidak dapat menembus
lautan. Ya, ini benar juga sih. Indonesia kan negara kepulauan, pulau-pulaunya
terpisah oleh lautan. Sudah beda budaya dan kepercayaan akan konsep hantu. Saya
juga pernah dengar salah seorang ‘orang pintar’ cerita di TV, pada waktu salah
satu peserta uji nyali kerasukan. Katanya, bawa aja jarak 1 kilometer dari
tempat kejadian, maka peserta uji nyali itu pasti bakal sadar dan hantunya
pergi. Mungkin hantunya takut tersesat, kali. Hehehe. Oya, kalau mau tahu
penjelasan yang masuk akal mengenai apa itu kesurupan, bisa dibaca di thread
Twitter-nya dokter Ryu Hasan. Mashoookkk Pak Ekoooo~~~
Manifestasi
Rasa Takut
Konsep
hantu juga barangkali merupakan manifestasi dari rasa takut atau ancaman.
Mungkin, ini bisa menjadi jawaban bagi kalian yang pernah ‘lihat’ hantu. Sangat
wajar bagi manusia untuk merasa takut, apalagi pada kondisi yang penuh
ketidakpastian. Takut adalah hal yang lumrah dan merupakan bagian dari emosi
manusia. Contoh nih misalnya, kalian berada di tempat gelap yang katanya
angker. Pasti kalian akan merasa takut. Nah, rasa takut inilah yang kemudian
termanifestasi dalam rupa-rupa mengerikan yang mungkin sekelebat muncul. Bisa
jadi itu ilusi yang tercipta dari rasa takut. Tapi sayangnya, apa yang kalian
lihat itu justru kalian jadikan pembenaran untuk semakin merasa takut. Makanya,
banyak yang bilang kan, kalau kalian takut hantu itu malah semakin berani dan
menampakkan diri, istilah kerennya mereka dapat mengisap energi kalian untuk
menambah energi mereka menampakkan diri? Kali ini, gantilah rasionalisasi itu
menjadi, kalau aku takut, otakku malah menciptakan ilusi yang aneh-aneh dan
itulah yang kulihat sebagai hantu! Jadi, jangan takut! Ingatlah pesan
Cinderella sebelum nikah sama Pangeran, HAVE COURAGE AND BE KIND.
Urban
Legend
Masyarakat
adalah tokoh utama yang menciptakan konsep hantu ini. Kenapa konsep ini muncul?
Jawabannya sederhana: kita suka cerita dan misteri. Aseek. Nah, coba pikirkan,
apa yang selalu dikatakan orang tua kalian sejak kecil dahulu?
“Jangan pulang maghrib, lho. Nanti
diculik wewe gombel.”
“Jangan ke sungai itu. Ada siluman
ular.”
“Ojok dolan petak umpet lek wes
bengi, engkok raiso mbalek digowo kunti.”
Dan lain-lainnya.
Kenapa bawa-bawa hantu ya? Ya karena
untuk melarang kita supaya takut dan tidak melakukannya. Caranya? Dengan memberikan
bumbu-bumbu hantu supaya kita, makhluk-makhluk kecil dan polos yang gampang
dikelabui itu, mau nurut. Mungkin maksud orang-orang terdahulu tidak boleh
pulang maghrib adalah karena menjelang malam, sehingga kampung sepi. Dulu listrik
masih jarang, suasana gelap dan ditakutkan kita akan tersesat, apalagi
mengingat rumah-rumah masih jarang, masih banyak perkebunan dan hutan-hutan
atau sawah. Bisa juga, kalau pulang menjelang malam, ada orang-orang jahat yang
ingin menculik anak kecil. Hal yang sama terjadi jika main-main petak umpet
kalau sudah malam. Mungkin pula, yang ditakutkan dari main-main ke sungai itu
memang mungkin benar ada ular betulan disana. Atau mungkin arusnya deras.
Menyisipkan ‘hantu’ sebagai ancaman
atau alasan atas beberapa larangan adalah salah satu hal paling mudah yang bisa
dilakukan. Pertama, hantu itu misteri. Datangnya tak disangka-sangka. Kedua, ia
bersifat dogma. Jangan tanya kenapa. Ya karena dia hantu, dia jahat, dan itu
pekerjaannya. Sehingga, tidak perlu ada rasionalisasi panjang lebar kenapa tidak
boleh ini dan itu. Menjelaskannya pun mudah. Gimana coba menjelaskan ke anak
kecil kenapa ia tidak boleh misal, masuk ke halaman rumah kosong? Apalagi kalau
bukan ‘disana ada hantu!’?
Setan/Hantu
Itu Kita?
Ada pula beberapa pernyataan menarik
yang saya pernah dengar, seperti “kenapa harus takut setan kalau setannya itu
manusia sendiri?” dan pernyataan-pernyataan serupa lainnya. Saya kira memang
benar, sih. Setan yang paling setan barangkali adalah manusia. Yang dimaksud
setan adalah ‘ego’ kita yang mungkin berlebihan sehingga menyakiti manusia
lain, dsb. Untuk konsep setan yang satu ini, saya setuju. Ingat, setan itu identik
dengan sifat jahat. Atau, sifat jahat itu dijelaskan melalui konsep setan. Sehingga,
kalau kita masih memelihara sifat-sifat itu dalam diri kita, ya jangan ditanya.
Ingat nggak kasus beberapa idol Korea yang memutuskan untuk bunuh diri? Kita,
iya, kita dengan segala kemahabenaran kita yang kita tuliskan di internet,
adalah setan-setan yang nyata. Kita ‘menghantui’ manusia lain. Kita menakuti
mereka, merampas hak mereka untuk bebas dari rasa takut. Hei manusia, ingat,
kau sangat bisa jadi setan. Jangan sok bilang derajatmu lebih tinggi dari setan
kalau sifat-sifatmu kadang lebih hina dari setan dengan menyakiti hati orang
lain.
Perihal
Ramalan atau Perdukunan
Saya juga nggak paham dan masih
belum bisa menemukan jawaban dari beberapa konsep perdukunan, sihir, ilmu hitam
dan lain sebagainya. Yang jelas, banyak sekali manusia-manusia yang
mempergunakan hal-hal diatas untuk tipu muslihat, ngakunya peramal atau paranormal,
nggak tahunya ujung-ujungnya menipu. Yah, saya nggak bilang siapa. Banyaklah
contohnya. Cari sendiri, ya.
Babak
Kesimpulan
Oke, waktunya kesimpulan, karena
saya kira ini sudah terlalu panjang dan kalian pasti mulai bosan. Bayangin, ini
sudah 2500 kata! Wah, aku merasa keren! Semoga aku bisa selancar ini kalau nulis
tugas, wkwk. Tapi yasudah lah ya. Pokoknya, tujuan saya nulis ini adalah:
supaya kita tidak lagi terlalu mudah terperangkap dalam hal-hal seperti ini.
Supaya kita bisa lebih berpikir kritis dan tidak mudah dibohongi mengenai hantu
dan lain sebagainya. Supaya, keluar dari bioskop habis nonton film horor nggak
terbawa perasaan yang sama, dan melihat kalau itu hanya hiburan dan wujud kebebasan
dari ekspresi manusia, baik untuk menggambarkan maupun menginterpretasi sesuatu.
Dan berikut adalah satu kalimat kesimpulan saya: Setan secara wujud tidak ada.
Secara konsep, ia tumbuh dan berkembang, sejalan dengan peradaban, menjadi
bagian dari umat manusia yang tak terelakkan.
N.B.:
Saya
masih tetap suka nonton film horor kok sebagai hiburan. Kalau mau ngajakin,
boleh. ANJAY. WKWK. GAK DENG BERCANDA.
Komentar
Posting Komentar