Langsung ke konten utama

“I STILL SCREAM FOR THIS OLDIES MOVIE!”: Sebuah Review Manis Tentang “Never Been Kissed”



“That moment when you kiss someone and everything around you becomes hazy, and the only thing in focus is you and this person. And you realize that person is the only person that you’re supposed to kiss for the rest of your life.”
-          Josie Geller
Image source: https://www.joblo.com/assets/images/oldsite/posters/images/full/1999-poster-never_been_kissed-3.jpg

Serius, saya sulit menemukan kata-kata untuk membuka review ini. Saya juga nggak tahu kenapa, tapi rasanya saya terdorong sekali buat nulis film ini. Okelah, daripada saya curhat, lebih baik saya ceritakan dulu sinopsis singkat film keluaran tahun 1999 ini. Here you go:
“Never Been Kissed” bercerita tentang seorang copy editor Chicago Sun-Times bernama Josie Geller, yang bermimpi untuk menjadi reporter sesungguhnya. Selama ini ia tidak pernah dipercaya untuk melakukan penyamaran demi mendalami peran agar dapat menulis reportase yang bagus. Sampai akhirnya, secara tiba-tiba, bosnya menyuruhnya menyamar menjadi murid SMA South Glen untuk menulis tulisan pertamanya sebagai reporter. Dari situlah semuanya bermula: kenangan Josie yang buruk tentang SMA, bagaimana ia berusaha untuk mendapatkan tulisan, lika-liku kisahnya di SMA sebagai seorang ‘murid’ baru, sampai akhirnya ia benar-benar mendapatkan ciuman pertamanya.
Image source: https://www.imdb.com/title/tt0151738/mediaviewer/rm627257344

Dari menit pertama film ini dimulai, saya sudah tertarik dengan opening song dan penggambaran karakter Josie. Soundtracknya juga bagus-bagus, easy-listening dan benar-benar terasa feel 90s-nya. Drew Barrymore cocok banget memerankan Josie, cewek lugu yang punya trauma akan masa lalunya waktu masih jadi murid SMA. Uniknya, film ini menggambarkan kisah orang dewasa yang dibalut cerita khas remaja: sekolah, persahabatan, cool kids, the brains, dan mereka yang sering dianggap freak. Hubungan antara anak-anak yang sering menjadi korban bully dan anak-anak gaul yang cantik dan tampan. Sebenarnya ini klise, tapi sangat dekat dengan kita. Semua sekolah selalu mempunyai hal-hal seperti itu, bukan? Film ini membuat kita rindu akan cerita di masa sekolah dulu.
Image source: https://www.imdb.com/title/tt0151738/mediaviewer/rm2637970688

Yang tak kalah menarik tentu saja mengenai kisah cinta. Karena Josie digambarkan sebagai karakter yang lugu dan kurang pergaulan, ia mudah sekali percaya akan segala hal. Itu juga yang menjadi sumber dari sakit hatinya. Ia belum pernah kencan, belum pernah berciuman bahkan di usianya yang sudah 25 tahun. Di dalam hatinya, ia memiliki kepercayaan bahwa ciuman adalah sesuatu yang penting dan sakral bagi dia, bukan sekadar nafsu saja. Ia percaya bahwa suatu ketika ia akan bertemu seseorang yang merupakan “the one”. I think at some point we are just like Josie, the romantic Josie with her interest in Shakespeare, with her naïve believe of soulmate. 😊
Image source: https://nypdecider.files.wordpress.com/2019/04/never-been-kissed-5.jpg?quality=90&strip=all&w=646&h=431&crop=1

Di film ini kamu juga akan bertemu dengan tokoh-tokoh pendukung lainnya yang tidak kalah menarik. Ada adik Josie, Rob, yang ikutan nyamar jadi murid buat membantu kakaknya. Ada juga trio Queen Bees (every teenage movie always has this kind of character, haha) Kirsten, Kristin dan Gibby. Ada pula Aldys, cewek pintar dan baik yang bersahabat dengan Josie. Di tempat kerjanya, ada Anita dan Gus, dua rekan Josie yang terlibat cinta-lokasi-bertepuk-sebelah-tangan (ribet, ya. wkwk). Oya, Jessica Alba yang memerankan Kirsten di film ini lucu banget, lho! Benar-benar endelwati kemayuningsih, wkwkw… Gambaranmu akan Jessica Alba di Fantastic Four dengan di film ini bakal berputar 180 derajat, wkwkw.
Image source: https://www.imdb.com/title/tt0151738/mediaviewer/rm2585958400

Image source: https://cdn.onebauer.media/one/empire-tmdb/films/11355/images/zffzhr30v7nCHRcyfnVr8PmNLbM.jpg?quality=50&width=1800&ratio=16-9&resizeStyle=aspectfill&format=jpg

Selain Queen Bees, ada pula The Prince. Semua film remaja pasti punya The Prince. Kalau kita bertemu Aaron Samuels di Mean Girls dan Austin Ames di A Cinderella Story, kita punya Guy Perkins disini. Selain Guy Perkins, ada pula Billy Prince, prince charming di masa SMA Josie dulu. Ada pula Mr. Coulson, guru sastra Josie yang ganteng pol dan sangat charming, yang membuatku merasakan all the butterflies *scream*. Tatapan matanya itu lho, sangat meneduhkan dan senyumnya bakal membuatmu meleleh, plus kesukaannya pada sastra<3. Hanya dua tokoh di dua film berbeda yang membuatku jatuh cinta begini, yang pertama adalah pacar imajinerku, Fitzwilliam Darcy wkwkwkwk.
Image source: https://www4.fusionmovies.to/character/iQKyh6IHqG/guy-perkins

At last, it was all about turnover. Josie yang berubah dari dirinya yang dulu dengan sekarang, bagaimana ia merasakan kehidupan SMA untuk kedua kalinya. High school life stays that way, but now she sees it in a different way. It also about her faith in dream and love. Her never stop faith of “The One”, her never ending belief of meeting the right person in life.
Di akhir film, ada banyak yang tak diceritakan, tapi entah bagaimana semuanya jelas. Nothing needs to be questioned. It was ended beautifully, with all the butterflies that still make me scream. WOAH, POKOKNYA GEMES LAH AKU LIHATNYA! It was really sweet and cute. I can’t stop saying this, but nineties movies always be my favourite. They were just never disappoint me.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...