Langsung ke konten utama

Kumpulan Pwisie yang Terinspirasi Beni Satryo tapi Sumpah, Nggak Sedikitpun Mendekati


Ingat kata beliau :) Wocoen rek awkwwkwkwkw


El Clasico

Kujauhkan puntung rokok bekas Bapak dari TV, takut sewaktu-waktu dilempar sambil meneriakkan tiga belas kata kotor yang tidak boleh diucapkan seorang pelaut.

Kutatap lajur bola sambil mendesis.

Boleh jadi alurnya mengikuti doaku.

Sewaktu bola masuk nun ke gawang Barcelona aku mengingat lagi gegap gempita guruh japriku. Tak ada bunyi-bunyian. Hanya sebaris nama kosong dan sepenggal kalimat yang lupa kau baca.

Aku 0 : kau 1.

 

Malang, 2021

 

 

Jepit Rambut Masehi

Rambutku panjang.

Karena itu kau selalu memberiku kado jepit rambut.

Kau lupa aku suka menggantung rambut.

Dari seratus kado yang kau beri, kado terakhir membuatku bertanya-tanya.

Agaknya masih untung diberi jepit ketimbang hampa yang kau paksa suap ke dalam mulutku yang terlanjur penuh.

 

Malang, 2021

 

 

Pos

Doamu tak pernah layu.

Makanya, meski terakhir 2014 kau berdoa untukku, kiriman berkat-berkatmu selalu sampai di depan pintu rumahku.

Malang, 2021

 

 

Sawah Jadi Ilalang, Logam Jadi Pisau, Sungai Jadi?

Angin berhembus.

Menatap tembok.

Kapok.

Itulah pengakuanku yang tak pernah sampai ke telingamu.

 

Malang, 2021

 

Titip Salam

Kalau Ibu ke Mbak Mi, aku suka titip salam.

Kakak ke Pak Bakso Afi.

Adik ke tukang sayur Awi.

Nitip apa? Mereka bertanya selalu.

Salam saja. Cukup.

Ketimbang perputaran ekonomi aku lebih berharap pada perputaran salam.

 

Malang, 2021


Catatan: 

Saya sedang suka membaca puisi-puisi Beni Satryo, yang kalau dibilang lucu dan trenyes agaknya jauh lebih kompleks daripada itu. Puisinya itu nganu. Ya, nganu adalah kata yang tepat, yang juga dipakai sama Beni di salah satu puisinya.

Buku puisinya yang berjudul "Pendidikan Jasmani dan Kesunyian" adalah salah satu yang sedang saya idamkan di kepala. Nanti ya, kalau ada uang. Hehe. Sementara ini, saya cuma bisa mengintip sebagian di internet. Berikut adalah (sejauh ini) dua puisinya yang paling saya suka:


Tenda Biru 

Pergilah! Kejarlah keinginanmu untuk menjadi bakul pecel lele. Saat air kobokan di meja-mejamu mulai keruh, kenang, kenanglah aku.

Sebagai kemangi yang mulai layu.


Kwah Indomi

Ah segar benar kwah indomi yang dibuat dari air wudhu. Seperti mencucup manisnya iman di dalam serbuk sari kemiskinan.


(Puisi kedua saya nggak yakin judul dan isi persisnya, nemu di internet. Kayaknya puisi di Twitter Beni, deh.)


 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...