Langsung ke konten utama

Sore

 Kesederhanaan lewat begitu saja

Menyapa saya hari itu.

Saat ongkang-ongkang kaki di depan pintu rumah Bapak

Dengan radio kakek memutar Franky Sahilatua

 

Akan baik apabila sore terjaga lebih lama

Bukan sebagai babak baru dari siang atau melarut jadi malam

Namun entitas lain yang berdikari ditopang awan

Soalnya dengan demikian anak-anak bisa puas main layangan

 

Andai saja sore lebih lama

Karena saya suka kereta api yang lewat dan menyisakan berkas-berkas cahaya yang entah darimana

Warna oranyenya menyatu dengan matahari yang memudar

Dan angin, selalu angin, lebih lembut meniup menyuruh manusia tenang

Sebab sebentar lagi panggilan Tuhan akan berkumandang

 

Jalanan yang padat

Balapan dengan entah apa

Mungkin waktu, atau detik yang terpampang di lampu lalu lintas

Aneh sekali, sebab waktu tidak bisa terkejar

Ia bergerak terus, konstan, tak pernah peduli siapa dan apa yang bergantung padanya

Sebuah absurditas yang tetap

 

Andai sore lebih lama

Andai saja begitu

Dan kucing yang kawin di depan rumah kita berhenti sebentar

Sampai mata ini terbuka

Dan radio kakek memutar lagu Titiek Sandhora

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...