Langsung ke konten utama

Selamat Datang, Oktober

 

Malam ini hujan, maklum seharian panas betul. Terdengar suara tokek delapan kali, entah artinya apa. Kopi membuat mataku melek. September yang sekarat sudah mati, dilahap Oktober yang dingin. Seandainya saja aku sekecil peri, aku akan melamun di atap rumah menatap mendungnya langit. Lalu berpikir, “oh, rintik hujan masih berupa air, saya kira doa-doa yang luruh karena nasib!”

Bulan cekikikan. Dia pikir aku sudah gila. Padahal nyatanya tidak (juga). Aku cuma ngeri melihat rotasi bumi yang semakin tak tentu. Kenapa yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin? Kenapa ada orang yang kekenyangan dan yang lain kelaparan? Kenapa sejarah selalu memihak pada kekuasaan? Kenapa manusia tidak bisa sepenuhnya jadi manusia?

Rasanya tidak adil sebagian orang dapat merasakan matahari terus-terusan, berlama-lama merasa hangat sembari mengeluh dan minum es limun. Sementara sebagian lain harus kedinginan, lirihannya berlomba dengan nyanyian kodok yang lebih keras. Tak punya hak untuk mengeluh. Hidup saja sudah bagus. “Besok makan apa, ya?” Mana boleh ngomong, “ini lagi, ini lagi!” Ditampar lapar baru tahu rasa.

(Kata Mama, sebagaimana halnya kebenaran absolut, kita tak pernah benar-benar bisa menciptakan keadilan di muka bumi ini.) Semoga Mama hanya pesimis, semoga saja))

Malam pun beranjak pergi. Merambat perlahan seiring datangnya matahari. Malam selalu semena-mena. Menyisakan pertanyaan yang tak kunjung ditemui jawabannya. Pagi diam saja, siang seolah nggak tahu apa-apa.

Vespa kunomu tiba di depan rumahku. Menjemputku menuju stasiun kota baru. Kita kabur, melebur, larut dalam kesibukan yang sebenarnya kita nggak tahu apa-apa. Hingga akhirnya malam tiba lagi, memaksa kita untuk diam dan merenungi pertanyaan yang itu-itu lagi.

Menurutmu bagaimana? Aku takkan selesai sampai membuat semesta terpana dan berhenti untuk memandangi kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...