Langsung ke konten utama

Kalau Kata Rhoma Irama, Begadang Boleh Saja Asal Ada Perlunya

Kebanyakan begadang seenggaknya memberiku perspektif penting. Sehabis malam akan selalu ada pagi. Sehabis gelap pasti ada terang. Jangan takut lagi. Kalau kau takut gelap, nyalakan saja lampu. Cahaya menemanimu dan meninabobokanmu. Matahari akan segera datang. 
Malam menjelang subuh akan selalu yang paling gelap. Tapi tidak apa-apa. Ketika langit mulai membiru dan kau mulai bisa melihat segalanya, semua akan baik-baik saja. Seolah semua monster mati dan mimpi buruk selesai. Saat-saat paling mengambang dengan perasaan aneh—dihantui masa lalu atau terngiang masa depan—akan selesai. Ketika setitik cahaya telah muncul dan suara kokok ayam memecah sunyi, kau akan merasa lega. Saat-saat itu adalah yang terindah dari segalanya. Lalu kau akan mengalaminya lagi dan lagi. 
Dan itu tidak apa-apa. Itu cuma siklus yang kita pelajari saat sekolah dasar. Kau akan terbiasa. Kau tak lagi takut malam maupun gelap. Pada akhirnya, kau akan selalu percaya bahwa sehabis malam selalu ada pagi. Sehabis gelap selalu ada terang.         
Dan selama itu terjadi, kau akan baik-baik saja.
   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...