Langsung ke konten utama

Moment of Freeze



I don’t believe in love at first sight but: I do believe in seeing someone from across the room and knowing instantly that they’re going to matter to you and that they’re going to play a major role in your life. – Ryan O’Connell

          

          Sekali.
          Sejauh yang kuingat baru sekali dalam hidupku aku merasakan yang namanya ‘moment of freeze’. Jangan cari istilah ini di google. Istilah ini kuciptakan sendiri untuk menggambarkan sebuah saat dimana kamu terpana seterpana-terpananya, tertegun setertegun-tertegunnya, tercengang, terhenti, dan berbagai verba semacamnya, kamu seakan tidak memperhatikan yang lain, hanya satu hal, dan semesta rasanya berhenti untuk beberapa saat.
          It was also the first time I fell in love at the first sight.
          Well, ‘moment of freeze’ nggak hanya terjadi saat kamu jatuh cinta pada pandangan pertama. Banyak hal dapat menyebabkan terjadinya kondisi ini. Misalnya, kamu menunggu bertemu seseorang selama beberapa tahun, dan orang ini merupakan orang yang sangat berarti dalam hidupmu. Suatu saat kamu tanpa sengaja bertemu dengannya di kafe. Bang! That moment comes. Moment of freeze.
          Kalau untuk yang satu itu sih, jujur saja aku belum pernah. Aku pernah menunggu bertemu seseorang selama sekitar 2 tahun, waktu ketemu, bukannya moment of freeze yang terjadi, saat aku melihatnya aku malah teriak-teriak gak jelas. Wkwkwk. But I would like to tell you my only (till now) moment of freeze (yang terjadi karena love at first sight).
          Waktu itu kelas 1 SMA. Hari kedua MOS (Masa Orientasi Siswa). Saat sibuk memperhatikan seorang kakak yang berbicara di depan, tiba-tiba pandanganku seperti diarahkan ke suatu arah dan aku melihat seseorang yang membuatku sungguh terpana. Waktu itu riuhnya para siswa seakan memelan dan semesta rasanya melambat, hanya gerak-gerik orang itu sangat dramatis dalam mataku. Mungkin cuma berlangsung lima detik (atau jangan-jangan tanpa sadar aku menatapnya lebih lama dari itu?). Moment of freeze.
          Rasanya kayak ditampar. Gila kali. Tapi saya gak bakal cerita yang terjadi selanjutnya. Soalnya cuma segelintir kisah SMA yang nggak berakhir indah seperti Nam (Phimchanok Luevisadpaibul) dan Shone (Mario Maurer) di film A Little Thing Called Love. Ini lebih ke kisahnya sinetron remaja Indonesia, dan saya jadi figurannya. HAHAHA.
          SUDAH GAK USAH DIBAHAS.
          Kalau dipikir-pikir sekarang, barangkali moment of freeze itu terjadi saat panah Cupid terkena pas ke seseorang. Hmm. Mungkin ya. Saya ingin deh merasakan lagi. Seperti yang terjadi pada Phillip Carlyle (Zac Efron) saat pertama kali melihat Anne Wheeler (Zendaya). That is what I called ‘moment of freeze’.
          
          
          So, have you ever been experienced it? That ‘moment of freeze’?

Komentar

  1. ����moment of freeze

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uwahhh riantii!! Emotnya ga keluar di hp ku T_T wkwk... Pernah ngrasain gaa wkwk

      Hapus
  2. AKU KENAL!! Pasti...
    Btw mbanyol wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkkwkwkwk... ku kan dah bilang, ga usah dibahas... XD mbanyol pol sampe aku isin... wkwk

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porcelina of the Vast Oceans*

*) Judul diambil dari lagunya The Smashing Pumpkins yang tidak ada hubungannya.                 Tema hari ketujuh belas: Imagine yourself stranded alone in an unknown land. How does it look?                 Hai.                Maaf ya telat setahun. Hahahaha.             Jadi seharusnya tulisan ini ditulis setahun yang lalu. Tapi karena saya sibuk dimintain tolong Kera Sakti buat mencari kitab ke barat, jadi ya begini deh. Hahaha, nggak ding, alasan aja. Alasan sesungguhnya adalah… rahasia deh.             Yah pokoknya kita sudah di sini sekarang, jadi tanpa perlu berlama-lama lagi, mari kita lanjutkan saja!             Tema hari ke-17 diminta untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika saya terdampa...

Tak Terhingga

  Kau adalah ukuran yang kupakai untuk mendefinisikan ketakterhinggaan. Waktu mengukir laju bintang dalam cahaya Meninggalkan jejak yang hanya bisa kau bayangkan dalam kepala. Ketika kaupandangi langit malam, segala yang timbul hanyalah pertanyaan. Dan gambaran. Dan gambaran. Dan pertanyaan. Kau mengira-ngira lagi. Terawang-awang di tengah lautan kosmik kau bagai peri di lubang hidung raksasa mistik Bagai menjilat bulan dengan ujung lidahmu yang merah. Sebagian karena dingin. Sebagian karena permen kaki yang suka kau beli di sela istirahat kelas. Telingamu penuh oleh riuh rendah deburan ombak Yang kau kira-kira sebagai melodi agung nyanyian Tuhan Yang memberkati senandung langkahmu dalam setapak keabadian. Kau begitu kecil. Begitu fana. Begitu mudah ditiup dan menghilang. Jadi abu, jadi serbuk, jadi setetes embun basah di muka daun lontar. Tanganmu menggapai-gapai bintang yang lewat di depan mata.  Kau cari-cari tali sepatumu yang hilang di tengah cincin saturnus. Ka...

Martha

Dia adalah pertentangan bagi satu yang lain. Ia benci hujan dan suara gemuruh, tapi suka aromanya yang katanya segar dan khas. "Kupikir aroma hujan sulit sekali dilukiskan," katanya saat itu, "tapi memberimu kedamaian bagai mencapai titik spiritual tertentu." Aku setuju.                 Ia benci malam hari, tapi suka sekali dengan bintang dan astrologi. "Aku tidak percaya zodiak," katanya membela diri saat pertama kali kita bertemu. "Tapi aku suka ceritanya, dan interpretasi manusia bahwa posisi bintang bisa benar-benar memengaruhi kepribadian seseorang. Kukira itulah kenapa manusia suka percaya pada konspirasi. Karena seolah-olah kita menemukan pola tertentu, padahal itu sebuah keniscayaan."                 "Teori Ramsey?" sahutku cepat.                 ...